Saleuëm Teuka lam Ruweuëng Acheh-Sumatra National Liberation Front Perwakilan Nanggroë Malaja

Ariffadhillah dan Yusuf Daud Kembali Pimpin ASNLF

Siaran Pers

1 April 2016

Ariffadhillah dan Yusuf Daud Kembali Pimpin ASNLF

Sidang Majelis Umum Acheh-Sumatra National Liberation Front (ASNLF) kedua diadakan di ibukota pemerintahan Belanda, Den Haag, 25-26 Maret 2016. Rapat dua hari tersebut seiring dengan peringatan ke-143 pernyataan resmi perang Kerajaan Belanda terhadap Kerajaan Aceh pada 26 Maret 1873 dan selanjutnya bertepatan di hari bersejarah tersebut pula telah menghasilkan beberapa resolusi penting untuk peningkatan kegiatan ASNLF untuk empat tahun ke depan.
Di samping terpilihnya Ariffadhillah dan Yusuf Daud sebagai ketua dan wakil ketua untuk periode 2016-2020, Majelis Umum juga telah menetapkan sejumlah anggota Presidium untuk menjamin kelanjutan kerja-kerja Presidium mendatang yang diperkirakan akan jauh lebih berat lagi. Kehadiran Gurèë Rahman atau Abdurrahman Ismail sebagai salah satu anggota baru dalam struktur organisasi pembebasan ini diharapkan akan mempertajam program konsolidasi dan rekonsiliasi Aceh Merdeka di dalam dan diluar Aceh.
Selama dua hari penuh sejak pagi hingga petang, Sidang Umum berlangsung sangat alot, demokratis dan dinamis, serta diwarnai oleh berbagai perasaan emosi: sedih bercampur senang dan bahagia. Sedih karena mengingat ratusan ribu para syuhada yang telah gugur dalam mempertahankan kedaulatan Aceh selama 143 tahun ini. Bahagia karena dapat bersilaturrahmi dengan rakan-rakan seperjuangan dari manca negara, termasuk dari Aceh, Kanada,
Malaysia, USA dan sejumlah negara-negara Eropa, dalam rangka mencari solusi yang terbaik untuk menebus masa silam yang telah hilang dan menentukan masa depan bangsa dan tanah air yang cerah.
Sidang umum ASNLF ini juga dihadiri oleh sejumah pemerhati independen yang terdiri dari kalangan akademisi yang sedang menimba ilmu di negeri Belanda, para aktivis dan ex-politisi dari salah satu partai lokal di Aceh. Presidium terpilih sangat bersyukur kepada kontribusi-kontribusi pikiran yang sangat berharga dari rakan-rakan pemerhati ini.
Dari sejumlah resolusi penting yang diambil selama sidang berlangsung, antara lain adalah peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) termasuk pengkaderan, pembenahan ekonomi dan emansipasi kaum hawa dalam perjuangan kemerdekaan ini. Moto ASNLF untuk empat tahun ke depan adalah mempertahankan dan kalau mungkin meningkatkan apa yang telah menjadi milik ASNLF selama ini dan memperbaiki kekurangannya secara bertahap.
Di hari yang ketiga, 27 Maret, seluruh delegasi berkunjung ke Museum pemerintah kolonial Hindia Belanda, Museum Bronbeek di Arnhem, dimana senjata-senjata canggih milik Kerajaan Aceh yang dibawa lari pemerintah kolonial ke Belanda setelah mereka menduduki Kutaraja tahun 1874, disimpan di sini, termasuk Meriam Lada Sitjupak, hadiah Sultan Sulaiman Kerajaan Osmaniah Turki.
Delegasi ASNLF sangat kagum, bangga dan terharu dengan peninggalan-peninggalan endatu tersebut. Dalam satu dokumentasi Perang Belanda-Aceh, terpampang satu tulisan bahwa setelah 17 tahun peperangan berlangsung, Belanda hanya sanggup menguasai 50 km quadrat tanah Aceh. Camkan!

No comments:

Post a Comment